Borong Partai: Demokrasi Sesat atau Strategi Politik?

Mas Addy

Borong Partai: Demokrasi Sesat atau Strategi Politik?

Jakarta – Fenomena sejumlah partai politik yang tampak lebih mementingkan keuntungan kelompoknya ketimbang aspirasi rakyat kembali menjadi sorotan. Pilkada serentak yang akan segera digelar memunculkan kecurigaan adanya manipulasi demokrasi yang merugikan masyarakat.

Salah satu contohnya adalah di Jakarta, di mana sejumlah partai dengan mudahnya mendorong kandidat dengan elektabilitas rendah, hanya 18%, untuk melawan kotak kosong.

Borong Partai: Demokrasi Sesat atau Strategi Politik?

"Ini jelas menunjukkan adanya kecenderungan borong partai yang mengabaikan suara rakyat," ujar Hendri Satrio, analis komunikasi politik, dalam sebuah diskusi di TVOne.

Hendri menilai, fenomena ini merupakan bentuk penyimpangan demokrasi yang berbahaya. Ia menyarankan agar dalam penyusunan UU Pemilu mendatang, diatur ambang batas atas dan bawah persentase koalisi partai.

"Aturan ini penting untuk mencegah calon tertentu memborong mayoritas partai dan mengabaikan suara rakyat," tegasnya.

Sebagai contoh, elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta hanya berkisar 18%, sementara sejumlah hasil survei menunjukkan mayoritas warga Jakarta menginginkan Anies Baswedan untuk memimpin Jakarta kembali.

Survei CER Indonesia menunjukkan 50,4% responden memilih Anies, disusul Ahok dengan 27,1%, Ridwan Kamil 19%, dan Kaesang 3,5%. Hasil survei Indikator pun tidak jauh berbeda, dengan Anies di posisi teratas (43,8%), diikuti Ahok (32,1%), Ridwan Kamil (18,9%), dan Kaesang (5,3%).

"Fenomena ini menunjukkan bahwa suara rakyat tidak selalu didengar, dan kepentingan politik seringkali mengalahkan aspirasi masyarakat," tutup Hendri.

Perdebatan mengenai borong partai dan manipulasi demokrasi ini tentu akan terus berlanjut. Apakah ini merupakan strategi politik yang sah, atau bentuk penyimpangan demokrasi yang perlu diatasi?

Also Read

Tags

Topreneur