China Tegas: Larangan Ekspor Tanah Jarang ke AS?

China, penguasa utama pasokan mineral tanah jarang (rare earth minerals) dunia, kembali menunjukkan kekuatan ekonominya. Mineral krusial ini, yang dibutuhkan dalam berbagai industri modern seperti teknologi pertahanan, kendaraan listrik, dan peralatan medis, kini menjadi senjata dalam pertarungan ekonomi global.

Tindakan terbaru China berupa larangan ekspor produk mengandung tanah jarang ke Amerika Serikat melalui perusahaan Korea Selatan, menyoroti betapa pentingnya komoditas ini dan dampak geopolitiknya.

Larangan Ekspor China: Dampak pada Korea Selatan dan AS

Kementerian Perdagangan China telah secara resmi meminta setidaknya dua perusahaan Korea Selatan untuk menghentikan ekspor produk yang mengandung tanah jarang ke AS.

Kegagalan mematuhi larangan ini akan berujung pada sanksi. Jenis produk yang dilarang belum diungkapkan secara spesifik, namun kemungkinan mencakup baterai, kendaraan listrik, peralatan medis, atau komponen penerbangan.

Ini merupakan tindakan pertama kalinya China secara formal mengendalikan ekspor tanah jarang kepada perusahaan di luar AS.

Langkah ini menunjukkan semakin meningkatnya tensi ekonomi antara China dan negara-negara lain, khususnya AS, dalam perebutan sumber daya strategis.

Dominasi China dan Kerentanan Global

Awal bulan ini, China telah membatasi ekspor tujuh jenis mineral tanah jarang ke AS sebagai respons atas tarif yang diberlakukan AS.

Pembatasan ini berdampak negatif bagi berbagai industri penting di AS, memperlihatkan ketergantungan negara tersebut pada pasokan China.

China menguasai sekitar 70% penambangan dan 90% pengolahan tanah jarang global.

Antara tahun 2020 dan 2023, AS mengandalkan China untuk 70% impor senyawa dan logam tanah jarang.

Ketergantungan ini membuat dunia sangat rentan terhadap kebijakan ekonomi China.

Kontrol ekspor tersebut menunjukkan sedikit alternatif bagi negara-negara yang membutuhkan mineral tanah jarang.

Upaya AS untuk Mengurangi Ketergantungan

Amerika Serikat berupaya mengurangi ketergantungannya pada China untuk pasokan tanah jarang.

Sejak 2020, Departemen Pertahanan AS telah menggelontorkan lebih dari USD 439 juta untuk membangun rantai pasokan domestik.

Namun, para ahli memprediksi AS masih membutuhkan waktu lama untuk mencapai kemandirian dalam hal pasokan tanah jarang.

Luisa Moreno, direktur di Defense Metals Corp., menyatakan bahwa AS hampir tidak memproduksi bahan-bahan yang baru saja dibatasi, dan China masih belum bisa sepenuhnya digantikan sebagai pemasok.

Tantangan ini membutuhkan strategi jangka panjang yang komprehensif, termasuk investasi riset dan pengembangan, diversifikasi sumber pasokan, dan peningkatan efisiensi pengolahan.

Kerjasama internasional juga diperlukan untuk menciptakan pasar yang lebih adil dan berkelanjutan untuk mineral tanah jarang.

Ke depan, dinamika geopolitik dan ekonomi terkait tanah jarang akan terus menarik perhatian.

Perkembangan ini akan mempengaruhi berbagai industri, teknologi, dan hubungan internasional.

Topreneur
Exit mobile version