Debat keempat Pilpres 2024 yang berlangsung di Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta pada Minggu, 21 Januari 2024, menuai kontroversi. Sikap Gibran Rakabuming Raka, Cawapres nomor urut 2, menjadi sorotan tajam.
Nata Sutisna, Ketua Tim Pemenangan Nasional Diaspora Kawasan Timur Tengah dan Afrika untuk Ganjar-Mahfud, secara tegas mengkritik perilaku Gibran. Ia menilai sikap Gibran terhadap Prof. Mahfud Md tidak mencerminkan kesopanan dan adab yang seharusnya ditunjukkan seorang calon pemimpin.
“Kami sebagai anak muda sangat malu melihat sikap Mas Gibran pada Prof Mahfud yang tidak beradab, arogan, dan tengil,” ungkap Nata dalam keterangannya pada Senin, 22 Januari 2024. Pernyataan ini menunjukkan kekecewaan yang mendalam dari sebagian kalangan terhadap perilaku Gibran selama debat.
Nata menekankan pentingnya adab dalam budaya Indonesia, menyatakan bahwa adab lebih penting daripada ilmu. Ia membandingkan sikap Gibran dengan sikap Prof. Mahfud Md yang dinilai selalu sopan dan santun baik kepada Muhaimin Iskandar maupun kepada Gibran sendiri, fokus pada substansi debat, dan menyampaikan gagasan yang konkret dan mudah dipahami.
Menurutnya, penampilan Mahfud memberikan teladan yang baik bagi generasi muda. “Selain belajar banyak dari wawasan dan gagasan Prof Mahfud soal lingkungan, sumber daya alam, energi, masyarakat adat, dan pangan, kami juga belajar dari akhlak Prof Mahfud yang santun. Padahal, beliau itu sudah paripurna dalam dunia politik Indonesia, yaitu pernah di legislatif, eksekutif, dan yudikatif,” tegas Nata.
Nata juga menyoroti penggunaan istilah-istilah asing oleh Gibran yang dianggapnya tidak relevan dengan tujuan debat. Ia berpendapat bahwa tujuan debat adalah untuk memberikan pemahaman kepada rakyat, bukan untuk memamerkan pengetahuan dengan istilah-istilah yang rumit dan tidak mudah dipahami masyarakat luas.
Kritik Nata semakin tajam ketika ia menyinggung latar belakang pencalonan Gibran. “Tujuan debat itu adalah untuk memberikan pemahaman kepada rakyat, sebagai wujud tanggung jawab, bukan adu istilah seolah ingin kelihatan pintar. Kami tahu bahwa Mas Gibran ini lahir sebagai cawapres hasil dari pelanggaran etik berat, jadi memang sikapnya yang arogan itu mungkin sudah mendarah daging dalam dirinya,” ujarnya.
Pernyataan Nata Sutisna ini memicu perdebatan publik mengenai pentingnya etika dan kesopanan dalam politik, khususnya di ranah debat kandidat pemimpin negara. Hal ini juga mengungkapkan beragam persepsi masyarakat terhadap perilaku para kandidat dalam menyampaikan visi dan misi mereka.
Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya menjaga etika dan sopan santun dalam setiap proses demokrasi, khususnya dalam rangkaian perhelatan Pilpres 2024. Kritik yang dilontarkan Nata mengarahkan perhatian kepada aspek non-substansi dalam politik, yaitu etika dan akhlak para pemimpin.
Ke depan, diharapkan para kandidat Pilpres dapat menunjukkan perilaku yang lebih bijak dan mencerminkan nilai-nilai keindonesiaan, sehingga proses demokrasi dapat berjalan dengan baik dan menghasilkan pemimpin yang memiliki integritas dan akhlak yang terpuji.