Pakar gestur dan mikro ekspresi, Monica Kumalasari, mengomentari penampilan Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, dalam debat keempat Pilpres 2024. Monica mengamati adanya peningkatan emosi dan hilangnya kendali secara halus pada Mahfud MD.
Menurut Monica, puncak kekesalan Mahfud MD terlihat saat merespon “serangan” dari Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka, yang membahas isu “greenflation” atau inflasi hijau. Ia mendeteksi perubahan mikro ekspresi di wajah Mahfud MD berupa ekspresi “contempt”.
Ekspresi “contempt”, menurut Monica, ditandai dengan salah satu ujung bibir yang terangkat ke atas. Ekspresi ini menunjukkan bahwa seseorang menganggap lawan bicaranya inferior. Monica mengamati ekspresi ini tidak hanya ditujukan kepada Gibran, tetapi juga kepada Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar.
Meskipun demikian, Monica mengakui kemampuan Mahfud MD dalam menjawab pertanyaan dengan baik dan konsistensi rasa percaya dirinya yang tinggi selama debat. Kemampuannya menjawab pertanyaan dengan baik tetap terlihat meskipun emosinya sedikit terpancing.
Pernyataan Monica, “Untuk nomor urut 3 saya mengamati bahwa kekesalannya memuncak dari skakmat yang disampaikan oleh (Gibran Rakabuming) nomor 2, membuat Pak Mahfud menjadi hilang kendali secara halus,” menjadi sorotan utama analisisnya.
Debat keempat Pilpres 2024 memang cukup sengit. Gibran Rakabuming Raka, sebagai Cawapres nomor urut 2, terlihat aktif menyerang kedua rivalnya. Gaya debatnya bahkan menuai berbagai komentar, dari pujian hingga kritik pedas, bahkan sempat menjadi trending topic di media sosial.
Analisis Monica memberikan sudut pandang menarik mengenai aspek non-verbal dalam debat. Meskipun Mahfud MD mampu menjawab pertanyaan dengan baik, pengamatan mikro ekspresi menunjukkan adanya emosi yang terpendam dan berpengaruh terhadap gesturnya. Hal ini penting untuk dipertimbangkan dalam melihat dinamika debat tersebut.
Analisis gestur dan mikro ekspresi dalam debat politik dapat memberikan wawasan tambahan di luar isi debat itu sendiri. Ekspresi wajah dan bahasa tubuh seringkali dapat mengungkapkan emosi dan sikap yang tidak terungkap secara verbal. Hal ini penting untuk dipahami dalam konteks analisis politik.
Kemampuan Monica dalam menganalisis mikro ekspresi memberikan perspektif yang lebih lengkap mengenai jalannya debat. Dengan memperhatikan detail ekspresi wajah, kita dapat memahami lebih dalam dinamika interaksi antara para calon wakil presiden.
Kesimpulannya, analisis Monica memberikan wawasan baru tentang penampilan Mahfud MD dalam debat. Meskipun secara verbal ia tampil baik, analisis non-verbal menunjukkan adanya emosi yang perlu diperhatikan. Debat tersebut menjadi contoh bagaimana analisis gestur dapat memperkaya pemahaman kita tentang komunikasi politik.