Konflik di Gaza yang telah berlangsung selama 18 bulan telah menewaskan lebih dari 51.000 jiwa, memicu krisis kemanusiaan yang semakin memprihatinkan. Situasi ini mendorong Hamas untuk membuka peluang perundingan guna mengakhiri perang. Kelompok tersebut menawarkan kesepakatan yang meliputi pembebasan semua sandera.
Dalam upaya mencari solusi damai, delegasi Hamas melakukan perjalanan ke Kairo, Mesir, untuk bernegosiasi dengan para mediator Mesir. Pertemuan ini dilakukan di tengah kondisi darurat kemanusiaan di Gaza, dimana persediaan makanan dan obat-obatan semakin menipis.
Tawaran Hamas: Gencatan Senjata 5 Tahun dan Pertukaran Tahanan
Seorang pejabat Hamas yang berbicara secara anonim kepada AFP menyatakan kesiapan kelompok tersebut untuk melakukan pertukaran tahanan sekaligus gencatan senjata selama lima tahun. Tawaran ini merupakan upaya signifikan untuk mengakhiri kekerasan yang berkepanjangan.
Tawaran sebelumnya yang diajukan awal bulan ini oleh Hamas untuk gencatan senjata selama 45 hari dengan imbalan pembebasan 10 sandera ditolak oleh Israel. Hamas menekankan bahwa kesepakatan gencatan senjata harus mencakup berakhirnya perang, penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza, dan peningkatan bantuan kemanusiaan secara signifikan.
Kebuntuan Negosiasi: Persyaratan Hamas dan Penolakan Israel
Israel telah menolak berbagai tawaran gencatan senjata, termasuk fase kedua gencatan senjata yang ditengahi oleh Amerika Serikat pada Januari 2025. Fase pertama, yang dimulai pada 19 Januari 2025, berakhir dua bulan kemudian karena ketidaksepakatan antara kedua pihak.
Israel bersikeras pada pengembalian semua sandera dan pelucutan senjata Hamas, yang dianggap Hamas sebagai garis merah yang tidak dapat dinegosiasikan. Presiden AS Joe Biden saat itu telah menggarisbawahi bahwa penarikan Israel dan berakhirnya perang secara permanen akan terjadi di bawah fase kedua gencatan senjata.
Persyaratan Hamas yang Tegas
Mahmud Mardawi, pejabat senior Hamas, menegaskan bahwa kali ini mereka menuntut jaminan internasional untuk mengakhiri perang secara permanen. Osama Hamdan, pejabat senior Hamas lainnya, menambahkan bahwa setiap proposal yang tidak mencakup penghentian perang komprehensif dan permanen tidak akan dipertimbangkan.
Hamas menegaskan penolakan untuk meninggalkan senjata selama pendudukan berlanjut. Mereka beranggapan bahwa gencatan senjata parsial hanya akan memberikan kesempatan kepada Israel untuk kembali melancarkan serangan di kemudian hari.
Serangan Terkini di Gaza dan Perannya dalam Negosiasi
Serangan udara Israel pada Sabtu, 26 April 2025, menewaskan setidaknya 61 warga sipil di Gaza utara. Umm Walid al-Khour, salah satu korban selamat, menceritakan bagaimana serangan tersebut menghancurkan rumahnya saat semua penghuni sedang tidur. Militer Israel mengklaim telah menyerang 1.800 “target teror” di Gaza.
Serangan ini semakin memperumit upaya perundingan gencatan senjata. Ketidaksepakatan mengenai tahap selanjutnya dari gencatan senjata menyebabkan Israel menghentikan semua akses bantuan ke Gaza dan melanjutkan pengeboman.
Mesir, Qatar, dan Amerika Serikat sebelumnya berperan sebagai penengah dalam gencatan senjata Januari 2025, yang memungkinkan peningkatan bantuan kemanusiaan dan pertukaran tahanan. Namun, kebuntuan negosiasi saat ini menunjukkan betapa rumitnya mencapai kesepakatan damai yang langgeng dalam konflik yang kompleks ini. Kondisi kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza membutuhkan penyelesaian konflik secepatnya.