Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah rumah hakim Ali Muhtarom, tersangka kasus dugaan suap terkait vonis lepas kasus korupsi minyak goreng di Jepara, Jawa Tengah. Penggeledahan tersebut membuahkan hasil yang mengejutkan: ditemukan uang senilai Rp 5,5 miliar di bawah tempat tidurnya.
Penemuan uang dalam jumlah fantastis ini menambah kompleksitas kasus yang melibatkan hakim tersebut. Besaran uang yang ditemukan jauh melebihi jumlah harta yang dilaporkan Ali Muhtarom dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Harta Kekayaan Hakim Ali Muhtarom Menurut LHKPN
Berdasarkan LHKPN yang disampaikan pada 21 Januari 2025, total harta kekayaan Ali Muhtarom mencapai Rp 1.303.550.000 atau sekitar Rp 1,3 miliar. Laporan tersebut mencakup periode 2024.
Angka tersebut jauh lebih rendah dari uang tunai Rp 5,5 miliar yang ditemukan di rumahnya. Perbedaan signifikan ini menimbulkan pertanyaan besar terkait sumber uang tersebut.
Rincian Alat Transportasi dan Mesin dalam LHKPN
LHKPN Ali Muhtarom juga mencantumkan rincian alat transportasi dan mesin yang dimilikinya, senilai Rp 158 juta. Rinciannya adalah sebagai berikut:
- Motor Honda Beat tahun 2017, senilai Rp 9.000.000.
- Mobil Honda CR-V tahun 2014, senilai Rp 135.000.000.
- Motor Honda Vario tahun 2016, senilai Rp 14.000.000.
Daftar ini menunjukkan kepemilikan aset bergerak Ali Muhtarom yang tercatat secara resmi.
Namun, jumlah ini tidak menjelaskan asal-usul uang tunai miliaran rupiah yang ditemukan.
Penemuan Uang Miliaran Rupiah dan Konteks Kasus Suap
Uang yang ditemukan di rumah Ali Muhtarom berjumlah 3.600 lembar pecahan USD 100, setara dengan Rp 5,5 miliar. Uang tersebut ditemukan dalam koper di bawah kasur.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan penemuan uang tersebut pada 13 April 2025.
Ali Muhtarom merupakan salah satu dari delapan tersangka dalam kasus suap vonis lepas terhadap terdakwa korporasi dalam kasus korupsi ekspor CPO (crude palm oil) atau bahan baku minyak goreng. Dia diduga menerima uang sekitar Rp 5 miliar.
Kasus ini juga melibatkan Ketua PN Jaksel, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakpus. Arif telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Penemuan uang tersebut semakin memperkuat dugaan keterlibatan Ali Muhtarom dalam kasus suap ini. Besarnya selisih antara harta yang dilaporkan dan uang yang ditemukan menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi dan integritas dalam sistem peradilan.
Kejagung akan terus melakukan investigasi untuk mengungkap seluruh aliran dana dan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini. Proses hukum akan terus berjalan untuk memastikan keadilan ditegakkan.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan kekhawatiran tentang potensi korupsi di lembaga peradilan. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci penting dalam menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan yang adil dan bebas dari praktik koruptif.
Kejadian ini menunjukkan perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap harta kekayaan para penyelenggara negara, termasuk hakim. Sistem pelaporan LHKPN perlu terus diperbaiki agar lebih efektif dalam mendeteksi dan mencegah praktik korupsi.