Seorang ibu di Tangerang Selatan tertangkap mencuri kosmetik di sebuah swalayan. Aksi pencurian ini dilakukan bersama dua anaknya yang masih berusia 7 dan 13 tahun.
Ibu Tunggal Curi Kosmetik di Swalayan
Kejadian ini terungkap pada Minggu, 13 April 2025, sekitar pukul 12.00 WIB di sebuah swalayan di Pondok Jaya, Pondok Aren. Pihak swalayan kemudian melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Pondok Aren.
Polisi langsung menindaklanjuti laporan tersebut dan mengamankan ibu dan kedua anaknya. Ibu tersebut mengaku mencuri sabun cuci muka karena desakan ekonomi.
Alasan di Balik Pencurian
Dalam interogasi, ibu yang berstatus single parent ini menjelaskan bahwa ia terpaksa mencuri untuk menghidupi kelima anaknya. Kosmetik yang dicuri rencananya akan dijual kepada wanita malam yang dikenalnya.
Polisi menemukan fakta bahwa ia memiliki tiga anak lagi di rumah, berusia 3, 9, dan 11 tahun. Kondisi ekonomi keluarga yang memprihatinkan menjadi pertimbangan utama.
Restorative Justice: Solusi Humanis Kasus Pencurian
Mengingat kondisi ekonomi keluarga yang sulit dan jumlah anak yang banyak, Polsek Pondok Aren memutuskan untuk menyelesaikan kasus ini melalui jalur restorative justice.
Pihak swalayan pun memahami situasi tersebut dan tidak menuntut secara hukum. Hal ini menunjukkan kepedulian dan rasa kemanusiaan dari semua pihak yang terlibat.
Proses Restorative Justice
Proses restorative justice melibatkan pertemuan antara ibu tersebut, kedua anaknya, pihak swalayan, dan petugas Polsek Pondok Aren.
Setelah mencapai kesepakatan damai, ibu dan kedua anaknya dibebaskan dengan jaminan keluarga. Mereka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatan serupa.
Dampak dan Pelajaran dari Kasus Ini
Kasus ini menyoroti pentingnya peran pemerintah dan masyarakat dalam membantu keluarga kurang mampu.
Program-program bantuan sosial dan pemberdayaan ekonomi perlu ditingkatkan agar kejadian serupa tidak terulang lagi.
Sikap humanis dari pihak kepolisian dalam menerapkan restorative justice patut diapresiasi. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum tidak selalu harus berujung pada hukuman penjara, terutama jika ada pertimbangan kemanusiaan yang kuat. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih peduli dan empati terhadap sesama.