IHSG Ambruk Tajam, Hantam Posisi 6.200; Investor Panik Jual Aset

Redaksi

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan signifikan pada awal perdagangan sesi pertama, Senin (24/3/2025), meninggalkan posisi 6.200 dan anjlok 2,9 persen ke level 6.073. Indeks saham LQ45 juga turut susut, mencapai penurunan 3,07 persen ke posisi 670. Penurunan ini terjadi secara menyeluruh di semua indeks saham acuan.

Pada awal sesi, IHSG sempat menyentuh titik tertinggi 6.269,90 sebelum akhirnya merosot hingga ke titik terendah 6.059,11. Sebanyak 524 saham melemah, sementara hanya 77 saham yang menguat dan 180 saham stagnan. Hal ini menunjukkan dominasi sentimen negatif di pasar.

Total frekuensi perdagangan mencapai 393.654 kali dengan volume perdagangan 5,3 miliar saham, dan nilai transaksi harian saham tercatat Rp 4,7 triliun. Kurs dolar Amerika Serikat terhadap rupiah berada di kisaran 16.554.

Penurunan Sektoral yang Signifikan

Semua sektor saham mengalami penurunan. Sektor teknologi mencatat koreksi terbesar dengan penurunan 5,43 persen. Sektor energi menyusut 3,53 persen, sektor dasar (basic) turun 4,7 persen, dan sektor industri terpangkas 3,08 persen. Ini mengindikasikan lemahnya kinerja di berbagai sektor ekonomi.

Sektor konsumer non-siklikal juga melemah 3,06 persen, sektor siklikal turun 3,85 persen, sektor kesehatan susut 3,31 persen, dan sektor keuangan turun 1,64 persen. Sektor properti terpangkas 3,32 persen, infrastruktur susut 1,52 persen, dan sektor transportasi turun 2,53 persen. Kondisi ini mencerminkan kekhawatiran investor yang meluas di berbagai sektor.

Performa Saham SSIA di Tengah Koreksi

Di tengah koreksi tajam IHSG, saham SSIA justru mengalami kenaikan 2,92 persen, melambung ke posisi Rp 880 per saham. Meskipun demikian, saham ini juga mengalami fluktuasi, dengan harga tertinggi Rp 1.030 dan terendah Rp 850 per saham. Total frekuensi perdagangan mencapai 9.198 kali dengan volume perdagangan 437.286 saham dan nilai transaksi Rp 40,8 miliar.

Analisis Top Gainers dan Losers

Top Gainers

Beberapa saham yang termasuk dalam top gainers menunjukkan performa yang kontras dengan tren pasar secara keseluruhan. Ini menandakan adanya faktor spesifik yang mendorong kenaikan harga saham-saham tersebut. Perlu dilakukan analisa lebih lanjut untuk memahami penyebabnya. Sebagai contoh, saham HITS melonjak 24,35 persen, ZATA 12,50 persen, EPAC 11,11 persen, POLU 11,11 persen, dan UVCR 10 persen.

Top Losers

Sebaliknya, saham-saham di top losers mengalami penurunan yang sangat signifikan, yang menunjukkan adanya tekanan kuat pada saham-saham tersebut. Kemungkinan faktor penyebabnya adalah kinerja perusahaan yang buruk, sentimen negatif pasar, atau faktor lainnya yang perlu diselidiki lebih jauh. Contohnya, saham BINO merosot 30,68 persen, TRUS 24,91 persen, FORU 24,69 persen, MSIN 23,81 persen, dan SMDM 18,21 persen.

Saham Teraktif

Saham-saham teraktif berdasarkan nilai transaksi menunjukkan saham-saham yang paling banyak diperdagangkan. Ini mengindikasikan tingginya minat investor terhadap saham-saham tersebut, baik untuk membeli maupun menjual. Saham BBCA tercatat senilai Rp 1 triliun, diikuti BMRI Rp 464,6 miliar, BBRI Rp 392,1 miliar, BBNI Rp 166,8 miliar, dan TPIA Rp 154,1 miliar.

Berdasarkan frekuensi perdagangan, saham BBCA tercatat 33.895 kali, BBRI 22.530 kali, PTRO 15.185 kali, BMRI 14.442 kali, dan MINA 13.215 kali. Data ini dapat memberikan gambaran tentang aktivitas perdagangan di pasar saham.

Kinerja Bursa Saham Asia Pasifik

Berbeda dengan IHSG, bursa saham Asia Pasifik menunjukkan kinerja yang beragam pada hari yang sama. Beberapa bursa mengalami penguatan, sementara yang lain mengalami pelemahan. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pasar saham dipengaruhi oleh faktor-faktor spesifik yang berbeda di setiap negara. Sebagai contoh, indeks ASX 200 di Australia turun 0,07 persen, sementara indeks Kospi di Korea Selatan menguat tipis 0,13 persen.

Indeks Kosdaq di Korea Selatan naik 0,74 persen setelah pemakzulan Perdana Menteri dibatalkan. Indeks Nikkei 225 di Jepang menguat 0,14 persen, sedangkan Topix melemah 0,24 persen. Indeks Hang Seng di Hong Kong menguat 0,10 persen, dan indeks CSI 300 di China mendatar. Perbedaan kinerja ini menunjukkan kompleksitas faktor yang memengaruhi pasar saham global.

Pekan sebelumnya, Wall Street mencatat penguatan pada tiga indeks acuannya. Hal ini dipengaruhi oleh pernyataan Presiden AS tentang fleksibilitas tarif dagang, meskipun batas waktu 2 April tetap ditegaskan. Indeks S&P 500 menguat 0,08 persen ke posisi 5.667,56, Nasdaq menguat 0,52 persen ke posisi 17.784,05, dan Dow Jones bertambah 32,03 poin atau 0,08 persen ke posisi 41.985,35.

Secara keseluruhan, kinerja IHSG pada hari tersebut menunjukkan adanya tekanan signifikan di pasar saham Indonesia, yang kontras dengan kinerja beragam di bursa saham Asia Pasifik dan penguatan di Wall Street pekan sebelumnya. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang mendasari penurunan IHSG dan performa saham individual.

Also Read

Tags