Perdagangan saham emiten bank di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penurunan pada sesi pertama Senin, 24 Maret 2025. Penurunan ini terjadi di tengah pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang turut tertekan.
IHSG sendiri mengalami penurunan sebesar 2,3 persen, menutup sesi pertama di angka 6.114,21. Penurunan ini lebih dalam dari penurunan yang dialami sebagian besar saham emiten bank.
Penurunan Saham Emiten Bank
Beberapa emiten perbankan mengalami penurunan harga sahamnya. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) misalnya, mencatatkan penurunan harga sebesar 0,95 persen ke level Rp 7.825 per saham. Saham BBCA dibuka pada harga Rp 7.825, mengalami fluktuasi antara harga tertinggi Rp 7.925 dan terendah Rp 7.625. Total volume perdagangan mencapai 2.621.806 saham dengan nilai transaksi Rp 2 triliun.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga mengalami penurunan yang lebih signifikan, yaitu 2,43 persen. Harga saham BBRI ditutup di Rp 3.610 per saham. Saham ini dibuka pada harga Rp 3.650, dengan harga tertinggi Rp 3.740 dan terendah Rp 3.520. Volume perdagangan mencapai 1.924.364 saham, dengan nilai transaksi Rp 699,2 miliar.
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mengalami penurunan 0,45 persen, menutup perdagangan sesi pertama di level Rp 4.390 per saham. Saham BMRI dibuka pada harga Rp 4.350, dengan harga tertinggi Rp 4.480 dan terendah Rp 4.250. Nilai transaksi mencapai Rp 880,5 miliar dengan volume perdagangan 2.013.119 saham.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mengalami penurunan 0,53 persen, ditutup pada harga Rp 3.750 per saham. Harga pembukaan saham BBNI stagnan di Rp 3.770, dengan harga tertinggi Rp 3.830 dan terendah Rp 3.630. Nilai transaksi mencapai Rp 252,3 miliar dengan volume 673.580 saham.
Terakhir, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) juga mengalami penurunan 0,48 persen, ditutup pada harga Rp 2.070 per saham. Meskipun dibuka dengan kenaikan 20 poin di harga Rp 2.100, saham BRIS mengalami fluktuasi hingga mencapai harga tertinggi Rp 2.190 dan terendah Rp 2.070. Nilai transaksinya mencapai Rp 130,6 miliar dengan volume 622.333 saham.
IHSG Merosot di Sesi Pertama
Pelemahan IHSG pada sesi pertama cukup signifikan. IHSG ditutup turun 2,3 persen di level 6.114,21. Sepanjang sesi pertama, IHSG sempat mengalami penurunan hingga 4 persen, menyentuh level terendah 5.967,19, sebelum kembali sedikit menguat. Level tertinggi IHSG pada sesi tersebut mencapai 6.269,90.
Penurunan IHSG ini dibebani oleh 555 saham yang melemah. Sebanyak 100 saham mengalami penguatan, sementara 139 saham stagnan. Total frekuensi perdagangan mencapai 674.221 kali dengan volume perdagangan 9,1 miliar saham dan nilai transaksi harian Rp 7,7 triliun. Nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah berada di kisaran 16.547.
Mayoritas sektor saham mengalami tekanan, kecuali sektor teknologi yang mencatatkan kenaikan tipis 0,12 persen. Sektor energi turun 2,55 persen, sektor dasar (basic) merosot 3,5 persen, dan sektor industri terpangkas 2,58 persen. Sektor konsumsi non-siklikal susut 2,06 persen, konsumsi siklikal turun 3,25 persen, kesehatan turun 3,19 persen, dan keuangan melemah 1,43 persen. Sektor properti terperosok 2,8 persen, infrastruktur terpangkas 1,22 persen, dan transportasi susut 2,5 persen.
Top Gainers dan Losers Sesi Pertama
Beberapa saham mencatatkan kenaikan signifikan (top gainers) dan penurunan signifikan (top losers) pada sesi pertama. Saham-saham yang mengalami kenaikan signifikan antara lain HITS (24,35 persen), JGLE (16,67 persen), POLU (15,53 persen), UVCR (13,43 persen), dan EPAC (11,11 persen).
Sementara itu, saham-saham yang mengalami penurunan signifikan (top losers) meliputi BINO (25,57 persen), FORU (24,69 persen), MSIN (21,77 persen), WINE (17,60 persen), dan MTFN (16,67 persen).
Berikut adalah daftar saham teraktif berdasarkan nilai transaksi dan frekuensi:
Saham Teraktif (Nilai Transaksi):
Saham Teraktif (Frekuensi):
Secara keseluruhan, perdagangan saham pada sesi pertama Senin, 24 Maret 2025, menunjukkan tren penurunan yang cukup signifikan, baik pada IHSG maupun saham emiten perbankan. Hal ini perlu diwaspadai oleh para investor dan perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk memahami penyebab penurunan tersebut serta prospek ke depannya.