Indonesia-India Negosiasi Harga Impor Daging Kerbau Demi Daya Saing

Indonesia tengah berupaya mengamankan pasokan daging kerbau untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran. Holding BUMN Pangan ID Food telah ditugaskan untuk mengimpor 100.000 ton daging kerbau tahun ini. Namun, realisasinya terhambat karena negosiasi harga dengan India, negara asal daging kerbau tersebut.

Direktur Utama ID Food, Sis Apik Wijayanto, menjelaskan bahwa harga daging kerbau di India saat ini tergolong tinggi. Oleh karena itu, negosiasi harga dilakukan untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif. Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, berupaya memfasilitasi negosiasi pemerintah ke pemerintah (G to G) agar harga bisa ditekan.

Meskipun negosiasi masih berlangsung, impor daging kerbau tetap diharapkan dapat segera direalisasikan. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga daging di pasaran, terutama selama bulan Ramadhan dimana permintaan cenderung meningkat. Tujuannya agar harga jual bisa sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan, yakni Rp 80.000 per kilogram.

Tantangan Mengamankan Pasokan Daging Kerbau

Tingginya harga daging kerbau di India merupakan tantangan utama dalam upaya mengamankan pasokan. Fluktuasi harga di pasar internasional serta faktor-faktor lain seperti biaya logistik dan bea cukai juga mempengaruhi harga jual daging kerbau di Indonesia. Pemerintah perlu memastikan agar proses impor berjalan lancar dan efisien.

Selain itu, Indonesia juga perlu mempertimbangkan strategi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan pada impor daging kerbau. Peningkatan produksi dalam negeri melalui pengembangan peternakan kerbau lokal merupakan solusi yang perlu diprioritaskan. Hal ini akan mengurangi kerentanan terhadap fluktuasi harga di pasar internasional.

Strategi Jangka Pendek dan Jangka Panjang

Untuk jangka pendek, pemerintah fokus pada negosiasi harga dengan India dan percepatan proses impor agar pasokan tercukupi selama Ramadhan dan Lebaran. Stok yang tersedia saat ini di ID Food (9.000 ton) dan Bulog (10.000 ton) dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan selama beberapa waktu. Namun, penambahan stok melalui impor tetap diperlukan untuk menjaga stabilitas harga.

Dalam jangka panjang, pemerintah perlu mengembangkan program intensifikasi dan ekstensifikasi peternakan kerbau. Ini meliputi peningkatan kualitas genetik ternak, penyediaan pakan ternak yang berkualitas dan terjangkau, serta peningkatan akses terhadap teknologi dan informasi bagi peternak. Dukungan pemerintah dalam bentuk subsidi, pelatihan, dan kemitraan dengan sektor swasta sangat penting untuk keberhasilan program ini.

Peran BUMN dalam Menstabilkan Harga

ID Food dan Bulog memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas pasokan dan harga daging kerbau di Indonesia. Kedua BUMN ini memiliki stok yang cukup untuk memenuhi kebutuhan selama beberapa waktu. Keberadaan stok tersebut memungkinkan intervensi pasar jika terjadi lonjakan harga yang signifikan.

Namun, peran BUMN tidak hanya terbatas pada pengelolaan stok. BUMN juga perlu berperan aktif dalam mengawal proses impor agar berjalan lancar dan efisien, serta berkolaborasi dengan pemerintah dan pihak terkait untuk mengembangkan program peningkatan produksi daging kerbau dalam negeri.

Keberhasilan upaya mengamankan pasokan daging kerbau bergantung pada sinergi yang kuat antara pemerintah, BUMN, dan para pemangku kepentingan lainnya. Dengan pendekatan yang terintegrasi dan strategi yang tepat, Indonesia dapat mengatasi tantangan dalam memenuhi kebutuhan daging kerbau dan menjaga stabilitas harga di pasaran.

Selain itu, diperlukan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tahapan proses impor, mulai dari negosiasi harga hingga distribusi daging kerbau ke pasar. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya praktik-praktik yang merugikan konsumen.

Exit mobile version