Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah mempertimbangkan langkah kontroversial: penghapusan pajak progresif untuk kendaraan bermotor. Keputusan ini diklaim bertujuan untuk meningkatkan akurasi data kepemilikan kendaraan dan penertiban administrasi.
Usulan tersebut disampaikan Direktur Jenderal Keuangan Daerah, Agus Fatoni, usai audiensi Tim Pembina Samsat Nasional dengan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, pada Rabu, 23 April 2025.
Pajak Progresif dan Masalah Akurasi Data
Agus Fatoni menjelaskan bahwa sistem pajak progresif yang berlaku saat ini justru memicu praktik manipulasi data kepemilikan kendaraan. Banyak pemilik kendaraan lebih dari satu berusaha menghindari pajak progresif yang lebih tinggi.
Mereka kerap menggunakan data kepemilikan atas nama orang lain, perusahaan, bahkan memanfaatkan KTP orang lain untuk menghindari pajak yang seharusnya mereka bayarkan.
Praktik ini membuat data kepemilikan kendaraan di DKI Jakarta tidak akurat dan sulit untuk dipantau. Penghapusan pajak progresif diharapkan dapat mengatasi masalah ini.
Dampak Penghapusan Pajak Progresif Terhadap Pendapatan Daerah
Penghapusan pajak progresif berpotensi mengurangi pendapatan daerah dari sektor pajak kendaraan bermotor. Pajak progresif, yang memberlakukan tarif pajak yang lebih tinggi untuk kepemilikan kendaraan lebih dari satu, menjadi sumber pendapatan yang signifikan bagi Pemprov DKI Jakarta.
Pemerintah perlu mempertimbangkan strategi alternatif untuk mengganti potensi kehilangan pendapatan ini. Salah satu opsi yang mungkin adalah menaikkan tarif pajak kendaraan secara umum atau memperketat pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran pajak kendaraan.
Studi lebih lanjut diperlukan untuk menghitung potensi dampak finansial dari penghapusan pajak progresif ini dan merumuskan strategi mitigasi yang tepat.
Tarif Pajak Kendaraan Bermotor DKI Jakarta Terbaru
Saat ini, Pemprov DKI Jakarta menerapkan tarif pajak kendaraan bermotor baru berdasarkan Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tarif progresif disederhanakan menjadi lima tingkatan.
Namun, meski disederhanakan, tarif pajak progresif untuk kendaraan lebih dari satu mengalami kenaikan dibanding sebelumnya.
- Kendaraan pertama: 2%
- Kendaraan kedua: 3%
- Kendaraan ketiga: 4%
- Kendaraan keempat: 5%
- Kendaraan kelima dan seterusnya: 6%
Kepemilikan kendaraan dihitung berdasarkan nama, NIK, dan/atau alamat yang sama. Kendaraan umum, seperti angkutan umum, ambulans, dan kendaraan pemerintah dikenakan tarif 0,5%. Badan usaha dikenakan tarif 2% tanpa pajak progresif.
Tarif ini berlaku sejak Januari 2025.
Penghapusan pajak progresif merupakan langkah yang perlu dikaji secara mendalam. Meskipun bertujuan untuk memperbaiki akurasi data, potensi dampak finansial dan sosialnya harus dipertimbangkan secara matang sebelum keputusan final diambil. Transparansi dan keterbukaan informasi kepada publik sangat penting dalam proses pengambilan keputusan ini.
Pemerintah perlu melibatkan berbagai pihak, termasuk pakar perpajakan, asosiasi pengusaha otomotif, dan perwakilan masyarakat, untuk membahas secara komprehensif dampak dari penghapusan pajak progresif. Hal ini penting untuk memastikan kebijakan yang diambil adil, efektif, dan berkelanjutan.