Juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, Chico Hakim, menyatakan tidak keberatan dengan pernyataan Presiden Jokowi terkait hak demokrasi dan politik bagi presiden dan menteri untuk terlibat dalam kampanye Pemilu 2024. Ia berpedoman pada Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur hak presiden untuk berpartisipasi dalam kampanye. Namun, kenyataannya sejumlah menteri telah aktif mendukung berbagai calon presiden dan wakil presiden.
Chico mengakui potensi timbulnya persepsi negatif dari masyarakat terkait nepotisme, terutama jika presiden secara aktif mendukung pasangan calon tertentu, khususnya jika melibatkan keluarga presiden. “Tapi kan tentu kembali lagi terhadap anggapan masyarakat. Jadi semakin terlihat kental apabila presiden mengkampanyekan salah satu paslon yang kebetulan di situ ada putranya,” ujar Chico. Hal ini menyoroti pentingnya etika dan sensitivitas dalam peran presiden selama masa kampanye.
Pernyataan Chico menekankan pentingnya mempertimbangkan pandangan publik. Meskipun secara hukum diizinkan, partisipasi aktif presiden dalam kampanye berpotensi memicu tuduhan nepotisme, terutama bila dukungan diberikan kepada calon yang memiliki hubungan keluarga. Oleh karena itu, diperlukan kebijaksanaan dan pertimbangan yang matang.
Lebih lanjut, Chico mengingatkan Pasal 281 UU Pemilu yang mewajibkan presiden dan pejabat negara lainnya untuk mengambil cuti di luar tanggungan negara selama masa kampanye. Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan tidak ada penggunaan sumber daya negara untuk kepentingan kampanye salah satu pasangan calon. Kepatuhan terhadap aturan ini sangat penting untuk menjaga netralitas dan keadilan pemilihan.
Potensi konflik kepentingan antara peran presiden sebagai kepala negara dan partisipasinya dalam kampanye merupakan isu yang kompleks. Di satu sisi, hak demokrasi presiden harus dihormati. Namun di sisi lain, potensi untuk memanipulasi posisi kekuasaan dan menggunakan sumber daya negara untuk mendukung pasangan calon tertentu harus dicegah. Oleh karena itu, transparansi dan pemenuhan ketentuan hukum merupakan kunci utama dalam menangani isu ini.
Perlu diingat bahwa partisipasi presiden dalam kampanye dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap keadilan dan integritas pemilihan. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan dampak potensial dari tindakan tersebut. Selain itu, mekanisme pengawasan yang efektif diperlukan untuk memastikan bahwa kampanye dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak mengarah pada praktik-praktik yang tidak etis.
Kesimpulannya, perdebatan mengenai partisipasi presiden dalam kampanye Pemilu 2024 mengungkapkan pertarungan antara hak demokrasi dan potensi konflik kepentingan. Keberhasilan dalam menavigasi isu ini bergantung pada kebijaksanaan, transparansi, dan pemenuhan ketentuan hukum yang tegas oleh semua pihak yang terlibat. Peran media dan pengawasan masyarakat juga sangat penting untuk menjaga integritas proses demokrasi.