Konsultan Palembang Skors: Tendang Testis Dokter Muda?

Kasus kekerasan seksual di lingkungan rumah sakit kembali menjadi sorotan publik. Setelah kasus di RSUP Hasan Sadikin, kini muncul laporan tindakan kekerasan yang dilakukan seorang konsulen terhadap dokter residen anestesi di RSUP Muhammad Hoesin Palembang.

Residen Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya (Unsri) tersebut menjadi korban kekerasan fisik berupa tendangan ke area testis hingga mengalami perdarahan dan harus dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Kekerasan Fisik terhadap Dokter Residen Anestesi Unsri

Direktur Kesehatan Lanjutan, Azhar Jaya, telah mengetahui laporan tersebut dan tengah menyelidiki kronologi serta motif di balik insiden ini.

Pihak berwenang telah mengambil tindakan awal dengan menskorsing konsulen tersebut selama satu bulan sambil menunggu hasil penyelidikan lebih lanjut.

Kronologi dan Dampak Insiden

Insiden kekerasan dilaporkan terjadi akhir pekan lalu saat residen dan konsulen sedang melakukan visit pasien.

Detail awal mula konflik hingga berujung pada kekerasan fisik masih belum jelas. Korban mengalami hematoma pada testis akibat trauma yang dialaminya, seperti yang dikonfirmasi melalui USG.

Beredar laporan viral di media sosial yang menceritakan insiden tersebut, termasuk kondisi korban yang harus menjalani perawatan di IGD karena cedera serius.

Respons dan Sanksi yang Diberlakukan

Azhar Jaya menyatakan belum dapat memastikan apakah program studi (prodi) FK anestesi di Unsri akan dihentikan.

Namun, sanksi skorsing selama satu bulan telah diberikan sebagai tindakan awal terhadap konsulen yang diduga melakukan kekerasan.

Penyelidikan lebih lanjut akan menentukan sanksi selanjutnya yang akan diberikan sesuai dengan temuan fakta dan bukti yang ada.

Tanggapan Publik dan Kasus Sejenis

Kasus ini menimbulkan keresahan publik, apalagi setelah sebelumnya muncul beberapa kasus pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan medis.

Meningkatnya pelaporan kasus serupa pasca-kasus RSHS menunjukkan adanya problematika yang perlu ditangani serius.

Beberapa kasus lain yang telah dilaporkan meliputi pelecehan pasien oleh dokter obgyn di Garut dan perekaman diam-diam mahasiswi oleh peserta PPDS FKG UI.

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang aman dan bebas dari kekerasan, khususnya di lingkungan profesional seperti rumah sakit dan institusi pendidikan kedokteran.

Pentingnya perlindungan bagi para dokter residen dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kekerasan sangatlah diperlukan.

Proses penyelidikan yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.

Perhatian dan langkah-langkah preventif dari berbagai pihak, baik pemerintah, institusi pendidikan, maupun organisasi profesi, sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan kedokteran yang aman dan kondusif.

Topreneur
Exit mobile version