Lili Pintauli Stafsus Walkot Tangsel: Rekam Jejak Dipertanyakan?

Penunjukan Lili Pintauli Siregar, mantan Wakil Ketua KPK, sebagai staf khusus Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, menuai kontroversi. Langkah ini dikritik oleh Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, yang menilai penunjukan tersebut sebagai kemunduran serius dalam komitmen pemberantasan korupsi di pemerintahan daerah.

Lakso menyoroti rekam jejak Lili yang pernah disanksi etik saat menjabat pimpinan KPK. Potensi proses pidana terkait dugaan gratifikasi juga menjadi sorotan utama.

Kritik Keras terhadap Penunjukan Lili Pintauli Siregar

Lakso Anindito dari IM57+ Institute menyatakan keprihatinannya atas penunjukan Lili Pintauli Siregar sebagai staf khusus Wali Kota Tangsel. Ia menilai hal ini sebagai sebuah kemunduran yang signifikan dalam upaya pemberantasan korupsi di daerah.

Menurutnya, Lili pernah menjalani proses pemeriksaan pelanggaran etik, bahkan hingga berpotensi diproses pidana terkait dugaan gratifikasi. Ini dinilai sebagai catatan buruk dalam hal integritas.

Potensi Preseden Buruk bagi Integritas Pemerintahan

Penunjukan Lili sebagai staf khusus, menurut Lakso, berpotensi menciptakan preseden buruk di masa mendatang. Pemilihan staf khusus yang memiliki rekam jejak masalah integritas justru dapat mengikis kepercayaan publik.

Alih-alih mendorong perbaikan, penunjukan ini justru memberikan pesan yang keliru, bahwa individu dengan masalah integritas dapat diterima dalam pemerintahan.

Tanggapan Wali Kota Tangerang Selatan

Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, membela keputusannya. Ia berpendapat pengalaman Lili di bidang hukum sangat dibutuhkan pemerintahan kota.

Benyamin menyatakan Lili akan memberikan nasihat dan pandangan hukum. Lili disebut sudah aktif bertugas sejak 21 April 2025.

Analisis dan Implikasi Ke Depan

Kontroversi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang standar integritas dalam pengangkatan pejabat publik. Penunjukan Lili menunjukkan adanya dilema antara memanfaatkan keahlian seseorang dan menjaga reputasi pemerintahan.

Peristiwa ini perlu menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah dalam menyeleksi pejabat dan memastikan komitmen nyata dalam upaya pemberantasan korupsi. Transparansi dan akuntabilitas mutlak diperlukan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.

Ke depan, mekanisme seleksi yang lebih ketat dan pertimbangan rekam jejak yang komprehensif sangat penting diterapkan. Hal ini untuk memastikan integritas dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan tetap terjaga.

Kesimpulannya, kasus ini menyoroti pentingnya integritas dan transparansi dalam pemerintahan. Semoga ke depannya, pemerintah daerah dapat lebih cermat dalam memilih pejabat publik agar tidak menimbulkan kontroversi dan menjaga kepercayaan masyarakat.

Topreneur
Exit mobile version