Arca Durga Mahesa Suramardhini yang ditemukan di Desa Kamulan, Trenggalek, sempat dibawa mantan Kapolres AKBP Indra Ranudikarta untuk direstorasi. Namun, rencana tersebut dibatalkan karena kurangnya izin resmi.
Pemerintah Desa Kamulan telah mengambil kembali arca tersebut dari Polresta Bogor dan menyimpannya kembali di balai desa. Keputusan ini diambil setelah diketahui adanya prosedur yang belum dipenuhi.
Arca Durga Dikembalikan ke Desa Kamulan
Kepala Desa Kamulan, Masruri, menjelaskan arca tersebut diambil langsung dari tempat dinas baru mantan Kapolres pada Selasa (22/4/2025).
Awalnya, Masruri menyerahkan arca kepada mantan Kapolres karena mengetahui beliau memiliki koneksi yang dapat melakukan restorasi.
Namun, ternyata pemindahan objek diduga benda cagar budaya (ODCB) memerlukan rekomendasi resmi dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Jawa Timur.
Masruri mengakui ketidaktahuan prosedur tersebut dan meminta maaf atas kelalaiannya. Arca kini telah kembali aman di desa.
Proses Restorasi Dibatalkan, Belum Ada Rencana Lanjutan
Saat ini, belum ada rencana untuk melanjutkan proses restorasi arca Durga.
Pihak desa masih akan mempertimbangkan langkah selanjutnya terkait pelestarian arca tersebut.
ODCB dan Prosedur Pelestarian Benda Cagar Budaya
Arca Durga Mahesa Suramardhini ditemukan warga pada Mei 2023 saat membongkar pondasi bangunan.
Kondisi arca saat ditemukan tidak utuh, bagian kepala terpotong. Dua setengah bulan lalu, Kades berkomunikasi dengan mantan Kapolres untuk meminta bantuan restorasi.
Perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan di Trenggalek dan Tulungagung, Andi Kristian Pamuji, menyatakan arca tersebut masih berstatus ODCB dan belum terdaftar sebagai benda cagar budaya.
Andi menambahkan, bahkan untuk ODCB pun, pemindahan dan restorasi memerlukan izin dan kajian ahli. Proses restorasi tidak bisa dilakukan secara langsung.
Ia menjelaskan, penanganan ODCB dan benda cagar budaya harus dilakukan oleh ahli, termasuk proses pemindahannya.
Andi juga mengimbau masyarakat untuk segera melapor jika menemukan benda yang diduga cagar budaya kepada BPK atau dinas terkait.
ODCB sebaiknya dibiarkan dalam kondisi saat ditemukan, sebelum ada kajian lebih lanjut dari ahli.
Di wilayah kerjanya, pemugaran candi pun membutuhkan proses penelitian yang panjang dan mendalam, dan pemugaran tidak boleh mengubah tinggi candi dari kondisi awal.
Kejadian ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya memahami prosedur dan peraturan dalam menangani benda-benda bersejarah. Kerjasama antara pemerintah desa dan instansi terkait sangat krusial untuk memastikan pelestarian warisan budaya.
Semoga kasus ini mendorong peningkatan kesadaran masyarakat dan pemerintah daerah dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya.