Pajak Mobil Anjlok: Opsen Gagal, Pendapatan Daerah Terpuruk?

Redaksi

Pajak Mobil Anjlok: Opsen Gagal, Pendapatan Daerah Terpuruk?
Sumber: Detik.com

Penerapan opsi pajak kendaraan bermotor (PKB) baru-baru ini telah menimbulkan gelombang protes dari berbagai pihak, khususnya industri otomotif dan pemerintah daerah. Penurunan penjualan mobil dan pendapatan pajak menjadi dampak yang paling terasa.

Pemerintah daerah bahkan mengeluhkan penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang signifikan. Hal ini memicu pertanyaan mengenai dampak kebijakan opsi pajak tersebut terhadap perekonomian nasional.

Penjualan Mobil Anjlok di Awal 2025

Penjualan mobil di kuartal pertama 2025 mengalami penurunan drastis hingga hampir 9 persen, mencapai 210.483 unit dibandingkan 231.027 unit pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Direktur Pemasaran PT Astra Daihatsu Motor (ADM), Sri Agung Handayani, mengungkapkan bahwa opsi pajak kendaraan menjadi salah satu faktor utama penurunan ini.

Penurunan penjualan paling tajam terjadi pada Januari 2025, dimana informasi mengenai opsi pajak baru disampaikan kepada publik pada tanggal 13 Januari.

Akibatnya, banyak konsumen yang memajukan pembelian mobil ke Desember 2024, mengakibatkan penurunan drastis penjualan pada bulan Januari 2025.

Penjualan Februari 2025 mencapai sekitar 70.000 unit, mendekati angka penjualan pada Februari 2024 (sekitar 69.800 unit).

Target penjualan Maret 2025 yang diprediksi mencapai 82.000 unit (sama dengan Maret 2024) juga tidak tercapai, hanya mencapai 76.600 unit.

Dampak terhadap Pendapatan Pemerintah Daerah

Penurunan penjualan kendaraan bermotor secara langsung berdampak pada pendapatan pajak daerah. Seharusnya, peningkatan penjualan berbanding lurus dengan peningkatan pendapatan pajak daerah.

Namun, kenyataannya, penurunan penjualan justru mengakibatkan penurunan pendapatan pajak daerah, sesuai pernyataan Sekretaris Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara.

Gubernur Banten, Andra Soni, mengungkapkan penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Banten akibat penerapan opsi pajak kendaraan.

Berdasarkan data realisasi APBD tahun 2025 per 25 April 2025, pendapatan Banten hanya mencapai 19,84 persen (Rp 2,23 triliun) dari target Rp 11,767 triliun.

Penurunan ini, menurut Gubernur Andra, disebabkan oleh pemberlakuan opsi pajak kendaraan sejak tahun 2025.

Provinsi Banten sangat bergantung pada PAD dari sektor pajak kendaraan bermotor, sehingga penurunan ini berdampak signifikan terhadap keuangan daerah.

Efek Migrasi Pembelian Kendaraan ke Jakarta

Salah satu dampak yang diungkapkan Gubernur Andra adalah migrasi pembelian kendaraan ke Jakarta. Hal ini dikarenakan DKI Jakarta tidak memberlakukan opsi pajak kendaraan.

Konsumen lebih memilih membeli kendaraan di Jakarta karena terbebas dari opsi pajak tambahan yang diterapkan di daerah lain, termasuk Banten.

Persaingan pasar kendaraan yang sama antara Jakarta dan daerah lain seperti Banten, ditambah dengan perbedaan kebijakan pajak ini, menyebabkan konsumen lebih cenderung membeli di Jakarta.

Kondisi ini tentunya berdampak negatif terhadap pendapatan pajak daerah di luar Jakarta.

Pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan opsi pajak kendaraan ini untuk menghindari dampak negatif yang lebih luas terhadap industri otomotif dan pendapatan daerah.

Studi lebih lanjut dan dialog terbuka antara pemerintah pusat dan daerah diperlukan untuk mencari solusi yang tepat dan berkelanjutan.

Upaya mencari keseimbangan antara penerimaan negara dan pertumbuhan ekonomi sektor otomotif perlu segera dilakukan.

Also Read

Tags

Topreneur
Exit mobile version