Perang Dagang AS-China: Krisis Daging Sapi AS Guncang Restoran BBQ

Redaksi

Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China berdampak luas, salah satunya pada industri restoran di Negeri Tirai Bambu. Banyak restoran di China kini kesulitan mendapatkan pasokan daging sapi impor dari AS, yang selama ini menjadi bahan baku populer di berbagai jenis restoran.

Daging sapi Amerika, khususnya brisket, menjadi primadona di restoran BBQ, hotpot, dan steak di China. Namun, eskalasi perang tarif antara kedua negara telah membuat harga daging sapi impor AS melambung tinggi, mengancam keberlangsungan bisnis sejumlah restoran.

Tarif Impor yang Melambung Tinggi

Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif dasar impor 10 persen hampir ke seluruh negara. Namun, China dikenakan tarif yang jauh lebih tinggi, mencapai 145 persen bahkan hingga 245 persen untuk tarif resiprokal.

Sebagai balasan, China menaikkan tarif impor untuk barang-barang dari AS hingga 125 persen. Kenaikan tarif ini berdampak signifikan pada harga daging sapi impor AS di China, sehingga menjadi sangat mahal.

Restoran China Terdampak, Beralih ke Alternatif

Restoran Home Plate di Beijing, yang sebelumnya mengandalkan daging sapi AS sebagai menu utama, terpaksa menghentikan penyajiannya. Restoran ini menghabiskan 7-8 ton brisket AS setiap bulannya untuk menu BBQ.

Kini, Home Plate beralih menggunakan daging sapi impor dari Australia sebagai pengganti. Direktur Home Plate, Charles de Pellette, mengakui kesulitan yang dihadapi akibat perubahan ini.

“Tentu saja hal ini membuat kami sangat sulit menjalankan bisnis restoran,” ujar Charles.

Ia menambahkan bahwa mereka sementara hanya menghabiskan stok daging sapi Amerika yang tersisa. Setelah habis, mereka akan sepenuhnya bergantung pada daging sapi Australia jenis M5, yang menurutnya memiliki rasa dan kualitas yang relatif sama.

Dampak Lebih Luas pada Industri Kuliner China

Tidak hanya Home Plate, banyak restoran steak di China juga terdampak. Mereka mulai mengganti pasokan daging iga babi dari AS dengan produk impor dari Kanada.

Situasi ini menunjukkan betapa perang dagang AS-China tidak hanya berdampak pada ekonomi makro, tetapi juga merembet ke sektor riil, khususnya industri kuliner. Ketergantungan pada impor bahan baku tertentu membuat bisnis restoran di China rentan terhadap kebijakan proteksionis kedua negara adidaya tersebut.

Perubahan pasokan bahan baku ini juga berpotensi memengaruhi cita rasa hidangan dan preferensi konsumen di China. Adaptasi terhadap bahan baku pengganti membutuhkan waktu dan biaya tambahan bagi para pelaku usaha restoran.

Ke depan, industri kuliner China perlu mempertimbangkan strategi diversifikasi pasokan bahan baku untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara pemasok. Hal ini akan meningkatkan ketahanan bisnis mereka di tengah ketidakpastian global yang disebabkan oleh perang dagang atau faktor-faktor eksternal lainnya.

Situasi ini juga menunjukkan betapa kompleks dan luasnya dampak perang dagang, melampaui angka-angka statistik ekonomi dan berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari masyarakat, termasuk pilihan kuliner mereka.

Also Read

Tags

Topreneur