Jakarta – Rencana mewajibkan rem ABS (Anti-lock Braking System) di motor kembali mencuat setelah Malaysia menerapkan aturan serupa. Kebijakan ini bertujuan menekan angka kecelakaan yang kian meroket di Negeri Jiran.
Di Indonesia, Korlantas Polri juga mengusulkan agar penggunaan ABS diadopsi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan. Menanggapi hal tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan siap mempertimbangkan saran ini.
"Kemenhub akan mengadopsi setidaknya 19 kategori teknologi, termasuk teknologi pengereman seperti Anti-Lock Braking System, sebagaimana direkomendasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa," ujar Kepala Sub Direktorat Uji Tipe Kendaraan Bermotor Dirjen Hubdat Yusuf Nugroho.
Data Korlantas Polri menunjukkan bahwa kecelakaan kendaraan roda dua mencapai 78% dari total 137.851 kejadian pada tahun 2022. Angka ini meningkat menjadi 79% dari total 152.008 kecelakaan pada tahun berikutnya.
Lebih mengejutkan lagi, 44% dari kecelakaan tersebut disebabkan oleh kegagalan fungsi rem. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya teknologi ABS untuk mencegah kecelakaan akibat rem blong.
Ahmad Safrudin, peneliti Road Safety Association (RSA), mengungkapkan bahwa kecelakaan kendaraan bermotor disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari kondisi infrastruktur, cuaca, perilaku pengguna, hingga kondisi kendaraan.
"RSA mendorong adanya peningkatan signifikan pada teknologi komponen kendaraan yang menunjang keselamatan melalui instrumen peraturan perundang-undangan yang bersifat wajib sebagai salah satu strategi untuk menekan angka kecelakaan," tegas Ahmad.
Rencana Kemenhub untuk mewajibkan rem ABS di motor tentu mendapat sorotan dari berbagai pihak. Sebagian masyarakat mendukung kebijakan ini karena dinilai dapat meningkatkan keselamatan berkendara. Namun, ada pula yang mempertanyakan efektivitas dan biaya implementasi teknologi ABS di Indonesia.
Pertanyaan besar kini muncul: Apakah Anda setuju dengan rencana Kemenhub untuk mewajibkan rem ABS di motor?
