Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Indra Iskandar, menjelaskan terkait pelaksanaan rapat Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI yang membahas revisi Undang-Undang (UU) TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat. Ia menegaskan bahwa rapat tersebut telah mendapat izin pimpinan DPR dan sesuai tata tertib, khususnya Pasal 254.
“Ya jadi kita bicara aturan dulu gitu ya, aturan berkaitan dengan rapat-rapat dengan urgenitas tinggi itu dimungkinkan untuk tidak di gedung DPR,” ujar Indra kepada wartawan pada Minggu, 16 Maret 2025. Pernyataan ini menekankan legalitas penggunaan lokasi di luar gedung DPR untuk rapat-rapat penting dan mendesak.
Menurut Indra, Sekretariat DPR telah melakukan penjajakan ke beberapa hotel untuk memastikan ketersediaan tempat. Prioritas diberikan pada hotel yang menawarkan harga terjangkau melalui kerjasama government rate. Hal ini menunjukkan adanya pertimbangan efisiensi anggaran dalam memilih lokasi rapat.
Pemilihan Hotel Fairmont, menurut Sekjen DPR, juga mempertimbangkan sifat rapat yang maraton dan simultan. Rapat dengan urgensi tinggi seperti revisi UU TNI seringkali berlangsung hingga larut malam, bahkan dini hari. Oleh karena itu, diperlukan tempat yang menyediakan fasilitas istirahat yang memadai bagi para anggota Panja.
Alasan Penggunaan Hotel untuk Rapat Panja Revisi UU TNI
Keputusan untuk menggunakan hotel sebagai tempat rapat Panja revisi UU TNI bukan tanpa alasan. Intensitas dan durasi rapat yang tinggi membutuhkan tempat yang nyaman dan mendukung produktivitas anggota. Selain itu, penggunaan hotel juga mempertimbangkan aspek efisiensi dan ketersediaan fasilitas.
Aspek Praktis dan Efisiensi
Menggunakan hotel memungkinkan anggota Panja untuk beristirahat dan kembali fokus pada pembahasan. Keberadaan fasilitas pendukung di hotel, seperti ruang istirahat dan tempat makan, meningkatkan efisiensi waktu dan energi para anggota. Ini sangat penting mengingat kompleksitas dan urgensi pembahasan revisi UU TNI.
Ketersediaan Fasilitas dan Keamanan
Hotel dipilih juga karena tersedianya fasilitas pendukung rapat yang memadai, seperti ruang pertemuan yang lengkap dengan peralatan teknologi yang dibutuhkan. Selain itu, aspek keamanan di hotel juga menjadi pertimbangan penting mengingat pentingnya kerahasiaan dan kelancaran proses legislasi.
Tanggapan Publik dan Kritik
Keputusan ini mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Ada yang menilai bahwa rapat di hotel kurang transparan dan berpotensi tertutup dari publik. Kritik ini muncul terutama karena pentingnya keterlibatan publik dalam proses pembuatan undang-undang yang menyangkut kepentingan nasional.
Koalisi masyarakat sipil bahkan menggelar aksi demonstrasi di depan hotel, menolak pembahasan RUU TNI secara tertutup. Mereka berpendapat bahwa pembahasan tertutup tidak sesuai dengan komitmen transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi. Hal ini menjadi tantangan bagi DPR untuk menjelaskan dan meyakinkan publik mengenai transparansi proses pembahasan revisi UU TNI.
Sebagai penutup, meskipun Sekjen DPR telah menjelaskan alasan penggunaan hotel untuk rapat Panja revisi UU TNI, penting bagi DPR untuk senantiasa mempertimbangkan prinsip transparansi dan keterlibatan publik dalam proses legislasi. Komunikasi yang efektif dan responsif terhadap kritik publik akan semakin memperkuat legitimasi dan kepercayaan masyarakat terhadap proses pembuatan undang-undang.
“Jadi butuh waktu istirahat dan paginya harus mulai lagi gitu ya, jadi memang harus dicari tempat-tempat yang memungkinkan untuk ada waktu untuk beristirahat juga gitu ya, untuk panja ini,” kata Indra kembali menegaskan pentingnya waktu istirahat bagi anggota Panja yang bekerja dalam waktu lama.