Saham Apple anjlok hingga 19 persen dalam tiga hari terakhir, mengakibatkan hilangnya kapitalisasi pasar sebesar 638 miliar dollar AS atau sekitar Rp 10.718,4 triliun (kurs Rp 16.800 per dollar AS). Penurunan ini terutama disebabkan oleh kekhawatiran dampak negatif tarif yang diterapkan Presiden Donald Trump terhadap perusahaan teknologi raksasa tersebut.
Pada perdagangan Senin (7/4/2025) waktu setempat, saham Apple ditutup turun 4,7 persen. Hal ini memperparah kerugian yang sudah dialami perusahaan dalam beberapa hari sebelumnya. Penurunan ini terjadi meskipun indeks Komposit Nasdaq, yang mencakup perusahaan-perusahaan teknologi besar, nyaris tidak mengalami perubahan.
Di antara tujuh perusahaan teknologi terbesar AS (“magnificent seven”), Apple menjadi satu-satunya yang mengalami penurunan signifikan. Kondisi ini menunjukkan kerentanan Apple terhadap perang dagang, terutama mengingat ketergantungannya yang besar pada produksi di China, yang terkena tarif Trump sebesar 54 persen.
Dampak Tarif Trump terhadap Apple
Analis menilai Apple sebagai salah satu perusahaan yang paling rentan terhadap kebijakan proteksionis Trump. Ketergantungan pada rantai pasok di China membuat Apple sangat terdampak oleh kenaikan tarif impor. Meskipun Apple memiliki fasilitas produksi di India, Vietnam, dan Thailand, negara-negara tersebut juga menghadapi kenaikan tarif impor.
Untuk mengatasi situasi ini, Apple kemungkinan akan mengambil beberapa langkah. Peningkatan harga produk, khususnya iPhone, menjadi salah satu opsi yang paling mungkin. Hal ini akan memindahkan beban biaya tambahan akibat tarif kepada konsumen.
Selain menaikkan harga, Apple juga mungkin terpaksa menanggung sebagian biaya tambahan tersebut, yang berdampak pada penurunan profitabilitas. Ini berpotensi mengurangi laba per saham, seperti yang diperkirakan oleh beberapa analis.
Prediksi Kenaikan Harga iPhone
Analis dari UBS memperkirakan kenaikan harga iPhone kelas atas sekitar 350 dollar AS (sekitar 30 persen dari harga saat ini sebesar 1.199 dollar AS). Sementara itu, analis dari Barclays, Tim Long, memprediksi kenaikan harga atau penurunan laba per saham hingga 15 persen.
Opsi lain yang mungkin dipertimbangkan Apple adalah restrukturisasi rantai pasok. Ini melibatkan pemindahan sebagian atau seluruh produksi ke negara-negara dengan tarif impor yang lebih rendah. Namun, proses ini membutuhkan waktu dan investasi yang signifikan.
Analisis Lebih Lanjut
Situasi ini menyoroti tantangan yang dihadapi perusahaan-perusahaan global akibat proteksionisme. Ketergantungan pada rantai pasok global yang kompleks membuat perusahaan rentan terhadap perubahan kebijakan perdagangan. Apple, sebagai perusahaan teknologi terbesar di dunia, menjadi contoh nyata dampak negatif dari perang dagang.
Ke depan, strategi Apple dalam menghadapi tarif Trump akan menjadi indikator penting bagi perusahaan-perusahaan teknologi lainnya. Keputusan untuk menaikkan harga, menanggung biaya tambahan, atau merestrukturisasi rantai pasok akan menentukan dampak jangka panjang dari kebijakan proteksionis terhadap profitabilitas dan daya saing perusahaan.
Perlu dicatat bahwa situasi ini masih berkembang dan dampak akhirnya terhadap Apple dan industri teknologi secara keseluruhan masih belum pasti. Pemantauan ketat terhadap perkembangan kebijakan perdagangan dan respons Apple akan sangat penting untuk memahami implikasi yang lebih luas.
Selain itu, faktor-faktor lain seperti fluktuasi nilai tukar mata uang dan kondisi ekonomi global juga perlu dipertimbangkan dalam menganalisis dampak penuh dari penurunan saham Apple.