Temukan Dukungan Berduka: Kisah Nirasha Darusman, Grup Pertama di Indonesia

Kehilangan empat anggota keluarga dalam tujuh tahun meninggalkan luka mendalam bagi Nirasha Darusman. Ia baru menyadari dampaknya bertahun-tahun kemudian, ketika kesehatan mentalnya terganggu.

Kondisi ini mendorongnya untuk mencari bantuan profesional dan memahami proses berduka yang kompleks. Pengalaman tersebut menjadi pendorong utama pendirian Grief Talk, sebuah komunitas yang memberikan dukungan bagi mereka yang tengah berduka.

Dari Duka Pribadi Menuju Gerakan Dukungan

Nirasha Darusman, atau Nira, mengalami depresi ringan, kecemasan, PTSD, dan Prolonged Grief Disorder. Diagnoa ini diberikan pada tahun 2017, setelah ia kehilangan empat anggota keluarganya secara beruntun.

Terapi membantu Nira memproses duka yang belum terselesaikan. Ia menyadari bahwa berduka adalah proses yang panjang, tidak bisa diabaikan, dan tidak akan hilang begitu saja.

Ketidakadaan support group untuk penyintas duka di Indonesia mendorongnya untuk mendirikan Grief Talk pada tahun 2020. Pandemi COVID-19 semakin memperkuat tekadnya.

Grief Talk: Ruang Aman Berbagi Duka

Grief Talk telah mengadakan ratusan pertemuan daring dan luring dalam lima tahun terakhir. Inisiatif ini menyediakan ruang aman bagi para penyintas duka untuk berbagi pengalaman dan emosi.

Program “Let’s Talk Grief” menawarkan wadah berbagi yang hangat dan inklusif. Sesi “Let’s Ask Grief” menghadirkan psikolog dan psikiater untuk menjawab pertanyaan para peserta.

Puncaknya, pada 2024, Grief Talk menyelenggarakan Grief Fest, festival kedukaan pertama di Indonesia. Festival ini menjadi bukti nyata komitmen Grief Talk dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya dukungan bagi penyintas duka.

Validasi Perasaan: Kunci Menghadapi Duka

Nira menekankan pentingnya validasi perasaan dalam proses berduka. Ia percaya bahwa perasaan duka tidak perlu dipaksa untuk hilang, tetapi perlu diakui dan diproses secara perlahan.

“Yang dibutuhkan orang yang berduka hanyalah validasi perasaan mereka,” jelas Nira. “Kita tidak bisa langsung mengatakan ‘sudah ikhlas’ setelah seseorang meninggal. Memvalidasi perasaan justru mempercepat proses menuju penerimaan.”

Trie Damayanti, salah satu peserta Grief Talk, merasakan manfaat dari pendekatan ini. Kehilangan anak semata wayangnya dua tahun lalu, Trie kini mampu mengelola duka dengan lebih baik berkat Grief Talk.

Trie menambahkan bahwa meskipun kesedihan masih terasa berat, ia kini lebih mampu mengendalikan emosinya. Ia belajar mengatur waktu untuk bersedih tanpa menghakimi diri sendiri.

Pengalaman positif dari peserta seperti Trie memotivasi Nira untuk terus mengembangkan Grief Talk. Bagi Nira, menjalankan Grief Talk bukanlah sekadar pekerjaan, melainkan sebuah panggilan jiwa.

Visi Nira adalah menormalisasi duka cita, membuatnya tidak lagi tabu untuk dibicarakan. Ia melihat duka sebagai bagian tak terpisahkan dari cinta, sesuatu yang tak bisa dihilangkan, hanya bisa dipeluk dan diterima.

Dengan demikian, Grief Talk tidak hanya membantu para penyintas duka, tetapi juga memberikan Nira sendiri kekuatan untuk melewati masa berkabungnya. Inisiatif ini menjadi bukti nyata bahwa berbagi duka dapat menjadi kekuatan untuk menyembuhkan.

Topreneur
Exit mobile version