Tragedi Jalan Raya: 30% Kematian Remaja Akibat Kecelakaan Motor

Tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak-anak dan remaja di Indonesia menjadi sorotan. Data UNICEF tahun 2022 menunjukkan kelompok usia 10 hingga 19 tahun menjadi penyumbang terbesar kecelakaan kendaraan roda dua. Hal ini menjadi perhatian serius, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap angka kematian remaja.

Pengamat Transportasi Universitas Indonesia (UI), Tri Tjahjono, mengungkapkan keprihatinannya. Ia menyebutkan bahwa kecelakaan sering terjadi karena anak-anak dan remaja belum memenuhi syarat legal berkendara, terutama kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM). “Dari data UNICEF, 30 persen kematian remaja usia 10-19 tahun disebabkan oleh kecelakaan, dan sebagian besar merupakan pengguna sepeda motor yang jelas belum memiliki SIM. Ini perlu mendapat perhatian serius,” ujarnya.

Selain masalah legalitas, penggunaan helm yang sesuai standar juga menjadi masalah krusial. Indonesia masih kekurangan helm khusus anak yang dapat disesuaikan dengan pertumbuhan mereka. Tri mencontohkan, “Helm anak itu seperti sepatu anak, harus sering diganti sesuai ukuran kepalanya. Namun di Indonesia, helm anak-anak nyaris tidak tersedia.” Kurangnya ketersediaan helm anak berukuran tepat ini meningkatkan risiko cedera kepala yang fatal saat kecelakaan.

Peran Pemerintah, Orang Tua, dan Produsen

Untuk mengatasi masalah ini, Tri mengusulkan peran aktif berbagai pihak. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dan regulasi terkait keselamatan berkendara bagi anak-anak. Orang tua juga memegang peranan penting dalam mendidik anak tentang keselamatan berlalu lintas dan memastikan mereka menggunakan helm yang tepat.

Produsen perlengkapan keselamatan juga bertanggung jawab untuk menyediakan helm anak yang memenuhi standar keamanan dan tersedia dalam berbagai ukuran. Ketersediaan helm yang sesuai ukuran kepala anak sangat penting karena pertumbuhan kepala anak yang cepat. Helm yang kekecilan atau kebesaran sama-sama tidak efektif melindungi kepala anak.

Masalah Helm SNI Palsu

Masalah lain yang perlu diatasi adalah maraknya helm SNI palsu. Banyak helm yang beredar di pasaran hanya mencantumkan logo SNI tanpa memenuhi standar keamanan yang sebenarnya. Hal ini sangat memprihatinkan karena dapat menimbulkan kepercayaan palsu pada keamanan helm tersebut.

Tri menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap peredaran helm di pasaran untuk memastikan kualitas dan standar SNI yang dipatok. “Saya curiga, apakah helm yang beredar di pasaran benar-benar sudah standar SNI atau hanya sekadar ditempel label SNI? Jika ini dibiarkan tanpa pengawasan, istilah helm SNI bisa kehilangan maknanya,” tegasnya. Jika pengawasan lemah, akan muncul stigma negatif terhadap helm SNI, yaitu helm yang mudah pecah saat kecelakaan.

Solusi dan Rekomendasi

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan kerjasama dari berbagai pihak. Organisasi atau LSM dapat berperan dalam menyediakan dan memastikan ketersediaan helm anak yang layak pakai. Kampanye edukasi tentang keselamatan berkendara bagi anak dan remaja juga perlu digencarkan.

Peningkatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap produsen helm yang tidak memenuhi standar SNI juga perlu dilakukan. Selain itu, perlu adanya inovasi dan pengembangan helm anak yang lebih aman dan nyaman, serta tersedia dalam berbagai ukuran yang sesuai dengan pertumbuhan anak. Dengan demikian, keselamatan berkendara anak-anak dan remaja dapat lebih terjamin.

Kesimpulannya, menangani masalah keselamatan berkendara anak-anak dan remaja membutuhkan pendekatan multi-sektoral. Kerjasama antara pemerintah, orang tua, produsen, dan LSM sangat penting untuk menciptakan lingkungan berkendara yang lebih aman bagi generasi muda.

Exit mobile version